Suku Toraja
Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Populasinya diperkirakan sekitar 650.000 jiwa, dengan 450.000 di antaranya masih tinggal di Kabupaten Tana Toraja. Mayoritas suku Toraja memeluk agama Kristen, sementara sebagian menganut Islam dan kepercayaananimisme yang dikenal sebagai Aluk To Dolo. Pemerintah Indonesia telah mengakui kepercayaan ini sebagai bagian dari Agama Hindu Dharma.
Sejarah
Teluk Tonkin, terletak antara Vietnam utara dan Cina selatan, dipercaya sebagai tempat asal suku Toraja.
Pada
tahun 1920-an, misi penyebaran agama Kristen mulai dijalankan dengan
bantuan pemerintah kolonial Belanda.Selain menyebarkan agama, Belanda
juga menghapuskan perbudakan dan menerapkan pajak daerah. Sebuah garis
digambarkan di sekitar wilayah Sa'dan dan disebut Tanah Toraja. Tanah Toraja awalnya merupakan subdivisi dari kerajaan Luwu yang mengklaim wilayah tersebut. Pada tahun 1946, Belanda memberikan Tanah Toraja status regentschap, dan Indonesia mengakuinya sebagai suatu kabupaten pada tahun 1957.
Keluarga
Keluarga adalah kelompok sosial dan politik utama dalam suku Toraja. Setiap desa adalah suatu keluarga besar. Setiap tongkonan memiliki
nama yang dijadikan sebagai nama desa. Keluarga ikut memelihara
persatuan desa. Pernikahan dengan sepupu jauh (sepupu keempat dan
seterusnya) adalah praktek umum yang memperkuat hubungan kekerabatan.Suku
Toraja melarang pernikahan dengan sepupu dekat (sampai dengan sepupu
ketiga) kecuali untuk bangsawan, untuk mencegah penyebaran harta.
Hubungan
kekerabatan berlangsung secara timbal balik, dalam artian bahwa
keluarga besar saling menolong dalam pertanian, berbagi dalam ritual
kerbau, dan saling membayarkan hutang.
Setiap orang menjadi anggota dari keluarga ibu dan ayahnya. Anak, dengan demikian, mewarisi berbagai hal dari ibu dan ayahnya, termasuk tanah dan bahkan utang keluarga.
Agama
Sistem kepercayaan tradisional suku Toraja adalah kepercayaan animisme politeistik yang disebut aluk,
atau "jalan" (kadang diterjemahkan sebagai "hukum"). Dalam mitos
Toraja, leluhur orang Toraja datang dari surga dengan menggunakan tangga
yang kemudian digunakan oleh suku Toraja sebagai cara berhubungan
dengan Puang Matua, dewa pencipta.
Dewa-dewa Toraja lainnya adalah Pong Banggai di Rante (dewa bumi), Indo' Ongon-Ongon (dewi gempa bumi), Pong Lalondong (dewa kematian), Indo' Belo Tumbang (dewi pengobatan).
Satu
hukum yang umum adalah peraturan bahwa ritual kematian dan kehidupan
harus dipisahkan. Suku Toraja percaya bahwa ritual kematian akan
menghancurkan jenazah jika pelaksanaannya digabung dengan ritual
kehidupan.Kedua ritual tersebut sama pentingnya. Ketika ada para misionaris dari Belanda, orang Kristen Toraja tidak diperbolehkan menghadiri atau menjalankan ritual kehidupan, tetapi diizinkan melakukan ritual kematian. Akibatnya, ritual kematian masih sering dilakukan hingga saat ini, tetapi ritual kehidupan sudah mulai jarang dilaksanakan.
Tongkonan
Tongkonan
adalah rumah tradisional Toraja yang berdiri di atas tumpukan kayu dan
dihiasi dengan ukiran berwarna merah, hitam, dan kuning. Kata
"tongkonan" berasal dari bahasa Toraja tongkon ("duduk").
Tongkonan
merupakan pusat kehidupan sosial suku Toraja. Ritual yang berhubungan
dengan tongkonan sangatlah penting dalam kehidupan spiritual suku Toraja
oleh karena itu semua anggota keluarga diharuskan ikut serta karena
Tongkonan melambangan hubungan mereka dengan leluhur mereka.
Ada
tiga jenis tongkonan. Tongkonan layuk adalah tempat kekuasaan
tertinggi, yang digunakan sebagai pusat "pemerintahan". Tongkonan
pekamberan adalah milik anggota keluarga yang memiliki wewenang tertentu
dalam adat.
Ukiran kayu
Bahasa Toraja hanya diucapkan dan tidak memiliki sistem tulisan. Untuk menunjukkan kosep keagamaan dan sosial, suku Toraja membuat ukiran kayu dan menyebutnyaPa'ssura (atau "tulisan"). Oleh karena itu, ukiran kayu merupakan perwujudan budaya Toraja.
Upacara pemakaman
Dalam
masyarakat Toraja, upacara pemakaman merupakan ritual yang paling
penting dan berbiaya mahal. Semakin kaya dan berkuasa seseorang, maka
biaya upacara pemakamannya akan semakin mahal.
Upacara
pemakaman ini kadang-kadang baru digelar setelah berminggu-minggu,
berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun sejak kematian yang bersangkutan,
dengan tujuan agar keluarga yang ditinggalkan dapat mengumpulkan cukup uang untuk menutupi biaya pemakaman.
Dalam masa penungguan itu, jenazah dibungkus dengan beberapa helai kain dan disimpan di bawah tongkonan.
Ada tiga cara pemakaman: Peti mati dapat disimpan di dalam gua, atau di makam batu berukir, atau digantung di tebing.
Orang kaya kadang-kadang dikubur di makam batu berukir. Makam tersebut
biasanya mahal dan waktu pembuatannya sekitar beberapa bulan. Di
beberapa daerah, gua batu digunakan untuk meyimpan jenazah seluruh
anggota keluarga. Patung kayu yang disebut tau tau biasanya
diletakkan di gua dan menghadap ke luar.Peti mati bayi atau anak-anak
digantung dengan tali di sisi tebing. Tali tersebut biasanya bertahan
selama setahun sebelum membusuk dan membuat petinya terjatuh.
Musik dan Tarian
Suku
Toraja melakukan tarian dalam beberapa acara, kebanyakan dalam upacara
penguburan. Mereka menari untuk menunjukkan rasa duka cita, dan untuk
menghormati. Pertama-tama, sekelompok pria membentuk lingkaran dan
menyanyikan lagu sepanjang malam untuk menghormati almarhum (ritual
terseebut disebut Ma'badong) Ritual tersebut dianggap sebagai komponen terpenting dalam upacara pemakaman dan
tarian Ma'randing mengawali prosesi ketika jenazah dibawa dari lumbung padi menuju rante, tempat upacara pemakaman. Selama upacara, para perempuan dewasa melakukan tarian Ma'katia sambil bernyanyi dan mengenakan kostum baju berbulu.
Suku Toraja bernyanyi dan menari selama musimpanen. Tarian Ma'bugi dilakukan untuk merayakan Hari Pengucapan Syukur.
tarianMa'gandangi ditampilkan ketika suku Toraja sedang menumbuk beras
tarian perang, misalnya tarian Manimbong yang dilakukan oleh pria dan kemudian diikuti oleh tarian Ma'dandan oleh perempuan.
Ma'bua adalah upacara Toraja yang penting ketika pemuka agama mengenakan kepala kerbau dan menari di sekeliling pohon suci.
Alat Musik TradisionalToraja
Contoh Alat musik tradisional Toraja adalah suling bambu yang disebut Pa'suling. Suling berlubang enam ini dimainkan pada banyak tarian, seperti pada tarian Ma'bondensan,
ketika alat ini dimainkan bersama sekelompok pria yang menari dengan
tidak berbaju dan berkuku jari panjang. Suku Toraja juga mempunyai alat
musik lainnyaA,A misalnya Pa'pelle yang dibuat dari daun palem dan dimainkan pada waktu panen dan ketika upacara pembukaan rumah.
Bahasa
Bahasa Toraja adalah bahasa yang dominan di Tana Toraja, dengan Sa'dan Toraja sebagai dialek bahasa yang utama.Bahasa Indonesia. sebagai bahasa nasional adalah bahasa resmi dan digunakan oleh masyarakat,
Ragam Bahasa. di Toraja antara lain Kalumpang, Mamasa, Tae' , Talondo' , Toala' , dan Toraja-Sa'dan, dan termasuk dalam rumpun bahasa Melayu-Polinesia dari bahasa Austronesia Pada mulanya, sifat geografis Tana Toraja yang terisolasi membentuk banyak dialek dalam bahasa Toraja itu sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar